Cahaya Bulan

Minggu, 30 November 2014

PUISI 5W+1H
Oleh, Fifi Luthfi AR

Aku bertanya, sebab APA kita tak padu?
Aku bertanya, sebab SIAPA hunian tak lagi syahdu?
Aku bertanya, MENGAPA kita karam ditengah berlabuh
Aku bertanya, DIMANA rindu juga benalu yang membatasi ruang dalam kalbu?
Aku bertanya, KAPAN batu lebur menjadi abu?
Aku bertanya, BAGAIMANA kau tahu aku tahu?

Bekasi, 28 Nopember 2014

SEMPAT DAHULU
Oleh, Fifi Luthfi AR

Kita sempat berteduh saat rinai
menyimpul senyum dalam damai 
berkisah rindu tak jua usai
pada langit malam sajak berjuntai
dahulu sebelum terbengkalai

juga kita pernah berlagu meski samar
menarikan jemari diatas meja putar
bermelodi tanpa gitar
terus begitu walau sukar
dahulu sebelum gusar

Bekasi, 29 November 2014
GERIMIS MENANGIS
Oleh, Fifi Luthfi AR

kau jangan menangis sebab gerimis 
kau tahu hidup itu manis
seperti kopi dengan pemanis, begitupun kau dengan kisah tragis
lupakan dengan senyum termanis

Bekasi, 29 November 2014




CUKUP
Oleh, Fifi Luhfi AR

kendati ku rindu kau
tetapi tak lagi sama terpukau
sebab kau tak lagi terjangkau 
juga waktu yang tak boleh terulang untuk lagi bergurau

Bekasi, 30 November 2014

Sayang...

Oleh: Fifi Luthfi AR, Anisa Rahayu, Arini H, Ferrara Ferro, dan Sukmawati
Aku tersisih diantara diksi,
terperangkap pada sesal karena tak turut berdiskusi.
Dan kini aku tak diajak untuk turut memadukan diksiku diantara puisi.
Rasanya sesal menyeruak seketika kudengar larikku melayang dihempas gerimis,
terkatup pula kalimat asmara yang sempat kutitipkan mesti tak lagi manis.
Bukan maksudku untuk mangkir, Sayang
larik-larik puisimu telah lama kukenang,
menanti cintanya mengawang,
namun aku terkatung tanggung yang menyarang.
Terima kasih.
Kamu yang memunguti diksiku setelah terbuang.
Lalu dibawa terbang melayang.
Dan kalian ini aku kepayang,
terbayang kamu yang tersayang.
Sayang aku tak lihat apa yang tayang.
Aku terpaksa hilang demi dia yang kusayang.
Bila aku membangkang,
aku pasti dibuang.
Kalian yang kusayang teruslah berjuang.
Benar sayang akan terbuang,
jika membangkang yang tersayang.
Sungguh beribu sayang,
kau tak paham, Sayang.
Engkau sayang pemeran tersayang.
Sayang…
berkali-kali kudendangkan kau di telinga mereka.
Berkali-kali kugambarkan kau di mata mereka.
Sampai kini,
kau kekal jadi pemeran utama.
Aku tak pandai memuji,
tapi aku pandai menyimpul tali.
Kau tahu yang ada di hati?
Sungguh kau seorang diri.
Lekas aku menarik diri,
sebab sadar kau tak menyadari.
Sesuatu yang abstrak di dalam hati,
kau tuding tak berarti.
Aku di sini,
kau pergi.
Aku pergi,
kau tak menanti.
Kini apalah dayaku,
menanti seseorang yang tak pernah mengharap kehadiranku.
Sebuah kisah klasik yang menggambarkan kesetiaan yang tak berarti.
Ada masanya,
yang terpuja jadi tiada.
Yang tadinya tiada,
kini begitu dipuja.
Bait itu pernah ada untuk yang terpuja.
Namun kala ia tiada,
biar bait yang simpan cerita.
Biar bahasa menyimpan cerita tentang kita,
karena saat rasa kembali tak dapat dijaga,
kelak kulantangkan kecewa.
Bukankah itu tanda cinta?
Jika cinta dikoar rasanya,
dia bukan rasa yang terdalam.
Cukup didoakan agar terucap dari kelembutan.
Kali ini saja…
cinta mengucap selamat pagi,
untuk yang terkasih.

Ciputat, 25 November 2014

Cinta Tulang Ikan

Dihidangkan oleh: Fifi Luthfi AR, Anisa Rahayu, Arini H, Khusnul CTM, dan Sukmawati
Cinta tulang ikan bermula dari duri transparan
yang kemudian berkomplikasi antarlain organ
Apa kau tahu?
Jika tulang ikan bersemayam di tenggorokan namanya ketulangan,
tapi jika cinta bersemayam di dalam hati namanya kecintaan
Berbicara tentang cinta tulang ikan,
apa yang harus aku maknai?
Kesederhanaan tentang ungkapan cinta namun rumit merasakannya?
Tepat
Tentang sederhana dan kerumitan yang terjadi akibat cinta tulang ikan
Cinta tulang ikan,
rasa sesederhana bunyinya, tapi perih serumit rasanya
Ah memang, cinta sederhana diungkapkan
namun tidak untuk dirasakan
Seperti tulang ikan dipiring saji
Tawar
Namun harus dihabiskan
Melelahkan
Tersedak tulang ikan mungkin sama sakitnya
saat menahan cinta yang sudah sampai ditenggorokan
hendak diucap
Sama halnya ketika sudah menenggak air banyak-banyak,
tapi tak juga hilang
Malah meradang!
Butuh nasi agar tertelan dalam-dalam
Berbicara cinta tulang ikan
Biarlah, lebih baik saya tersenggak saja oleh tulang ikan itu,
lalu tak sadarkan diri,
hingga tak mengenal lagi apa itu cinta
Cinta tulang ikan
penyebab bait-bait sajak merinai
berkisah-kasih dalam-dalam
mengenai cinta dan perasaan
Jangan berhenti bersajak anak muda
karena tulang ikan masih belum habis di piring saji
serpihannya perlu diperhatikan
untuk menemukan makna cinta.

11 Oktober 2014

Selasa, 25 November 2014

Kau Tahu, Sayang.
Oleh, Fifi Luthfi AR

Kau tahu, sayang.
langit tak pernah dusta
diturunkannya hujan pada waktu pilu
kau tahu, sayang.
tanah tak pernah dusta
menyeruak baunya basah oleh rinai
kau tahu, sayang.
angin tak pernah dusta 
dihembuskan perlahan debu-debu didinding
dan kau tahu, sayang.
ada yang tak pernah dusta
dirasakannya hati rindu berseru.
kau tahu, sayang.

Jakarta, 24 November 2014