Cahaya Bulan

Sabtu, 20 Juni 2020

Ulasan Karya Sastra (Pesan dari Ayah)


Pesan dari Ayah 

Datang menjelang petang, aku tercengang melihat  
Ayah sedang berduaan dengan telepon genggam 
di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam 
sebab Ibu tak tahan melihat kekasihnya kesepian 

“Jangan gangu suamiku,” Ibu cepat-cepat  
meraih tanganku. “Sudah dua hari ayahmu belajar 
Menulis dan mengirim pesan untuk Ibu. 
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang melulu.” 

Ketika pamit hendak ke Jakarta 
aku sempat mohon kepada ayah dan bunda 
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar 
mengabarkan keadaan,supaya pikiranku tenang 

Ayah memenuhi janjinya. Pada suatu tengah malam 
telepon genggamku terkejut mendapat kiriman 
pesan dari Ayah, bunyinya “Sepi makin modern.” 

Langsung kubalas: “Lagi ngapain?” Disambung: 
“Lagi berduaan dengan Ibumu di bawah pohon sawo 
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan. 
Berempat dengan telepon genggam. Balas!” 

Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
 puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis 
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan 
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu 
dan membaringkannya di ranjang Ibu. 

Joko Pinurbo, 2005. 

Puisi Pesan dari Ayah ditulis oleh Joko Pinurbo pada tahun 2005, pada tulisan ini saya sajikan analisis semantik Todorov dengan menghubungkan isi pada setiap baitnya.
Pada bait pertama menggambarkan suasana keheningan pada petang hari ketika ayah asik dengan telepon genggam yang  dibelikan oleh ibu untuk meredam kesepiannya. Petang adalah suasana sore hari 
yang menenangkan di mana segala kesibukan baru berakhir. 
Pada larik berikut: 

 Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam 
sebab ibu tak tahan melihat kekasihnya kesepian 

Larik di atas secara tersirat dan konotatif memberikan gambaran tentang tidak adanya komunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah, mereka hidup bersama tetapi telepon genggam lebih menarik perhatian ibu, sehingga ayah menjadi tak ada teman bicara, maka ibu membelikan telepon genggam supaya kesepian tak lagi dirasakan oleh ayah. 

Pada bait kedua merupakan penjelasan dari bait pertama mengenai ayah yang sedang berusaha menulis dan mengirim pesan untuk ibu, seperti sebuah metafor, bahwa hidup serumah pun ayah harus belajar berkirim pesan untuk bisa menjalin komunikasi dengan ibu. Hal ini seolah mengingatkan pembaca, bahwa telepon genggam sudah menjadi candu, bahkan mengalahkan semua kepentingan keluarga dan menjauhkan yang dekat.  

Bait ketiga menggambarkan kepergian seorang anak yang pamit ke Jakarta dan meminta orang tuanya untuk selalu memberi kabar. Menunjukan suatu kekhawatiran yang dirasakan sang anak akan kesepian yang mungkin mendera ayah setelah ia pergi meninggalkan rumah.  Kemudian pada bait ke-4 merupakan perwujudan dari keberhasilan ayah belajar menulis dan mengirim pesan, ia mengirim pesan kepada anaknya pada tengah malam dengan kalimat “Sepi makin modern”, hal tersebut lagi-lagi menggambarkan kesunyian yang dirasakan, telepon genggam merupakan simbol modern itu sendiri. Segala hal yang ramai ada di dalam benda itu. Sedangkan ayah yang merasa kesepian, ia mencari keramaian pada telepon genggam yang dibelikan ibu untuk memenuhi hasratnya dapat bercengkrama dengan keluarga. Pun makna lainnya adalah telepon genggam mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku yang menjadikan orang-orang mengabaikan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dijelaskan pada bait ke-5, seperti berikut: 

Langsung kubalas: “Lagi ngapain?” Disambung:
“Lagi berduaan dengan Ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!” 

Larik-larik diatas merupakan gambaran tentang keheningan yang terjadi antara ayah dan ibu, keduanya bersama tetapi tak berbagi cerita. mereka hanya menikmati saja bulan yang benderang di atasnya. 

Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu. 

Bait di atas merupakan ingatan seorang anak akan masa kecilnya saat ia menulis sebuah puisi pertama kali. Mengingat tentang kehangatan hubungan ayah dan anak kala itu yang hampir tidak ia rasakan lagi setelah beranjak dewasa. Maka puisi ini merupakan narasi tentang kehidupan seorang anak, Ayah, dan Ibunya. 

Puisi Pesan dari Ayah memiliki tema yang menarik untuk dinikmati pembacanya dan yang paling menonjol pada puisi ini sehingga menjadi penting dibaca karena ditulis dalam kurun waktu tahun 2000 an, zaman di mana teknologi terutama telepon genggam menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari bahkan selalu dalam genggaman.
Pembaca akan bisa merasakan metafor yang digunakan Jokpin pada bait-bait puisinya, sehingga pembaca bisa merasakan pengalaman tersebutdengan cara berbeda-beda setiap dua atau tiga kali membaca ulang puisitersebut. Kemudian, jika melihat strukturnya, puisi Pesan dari Ayah termasuk ke dalam genre naratif karena di setiap baitnya berisi cerita dengan kronologi suatu peristiwa dan disertai tokoh yang dikenai peristiwa tersebut. Dalam hal ini yaitu tokoh aku, ayah, dan ibu dengan kronologi cerita yang bertemakan kesepian atau kesunyian.

1 komentar:

  1. Izin promo ya Admin^^

    Bosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
    minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
    - Telkomsel
    - XL axiata
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)

    BalasHapus