Pesan dari Ayah
Datang menjelang petang, aku tercengang
melihat
Ayah sedang berduaan dengan telepon
genggam
di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam
sebab Ibu tak tahan melihat kekasihnya
kesepian
“Jangan gangu suamiku,” Ibu
cepat-cepat
meraih tanganku. “Sudah dua hari ayahmu
belajar
Menulis dan mengirim pesan untuk Ibu.
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang
melulu.”
Ketika pamit hendak ke Jakarta
aku sempat mohon kepada ayah dan bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan,
sekadar
mengabarkan keadaan,supaya pikiranku
tenang
Ayah memenuhi janjinya. Pada suatu tengah
malam
telepon genggamku terkejut mendapat
kiriman
pesan dari Ayah, bunyinya “Sepi makin
modern.”
Langsung kubalas: “Lagi ngapain?”
Disambung:
“Lagi berduaan dengan Ibumu di bawah pohon
sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!”
Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar
menulis
hingga jauh malam sampai tertidur
kedinginan
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih
lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.
Joko Pinurbo, 2005.
Puisi Pesan dari Ayah ditulis oleh Joko Pinurbo
pada tahun 2005, pada tulisan ini saya sajikan analisis semantik Todorov dengan
menghubungkan isi pada setiap baitnya.
Pada bait pertama menggambarkan suasana keheningan
pada petang hari ketika ayah asik dengan telepon genggam yang dibelikan
oleh ibu untuk meredam kesepiannya. Petang adalah suasana sore hari
yang menenangkan di mana segala kesibukan baru
berakhir.
Pada larik berikut:
Ibu yang membelikan Ayah telepon
genggam
sebab ibu tak tahan melihat kekasihnya
kesepian
Larik di atas secara tersirat dan konotatif
memberikan gambaran tentang tidak adanya komunikasi yang terjalin antara ibu
dan ayah, mereka hidup bersama tetapi telepon genggam lebih menarik
perhatian ibu, sehingga ayah menjadi tak ada teman bicara, maka ibu
membelikan telepon genggam supaya kesepian tak lagi dirasakan oleh ayah.
Pada bait kedua merupakan penjelasan dari bait
pertama mengenai ayah yang sedang berusaha menulis dan mengirim pesan
untuk ibu, seperti sebuah metafor, bahwa hidup serumah pun ayah harus
belajar berkirim pesan untuk bisa menjalin komunikasi dengan ibu. Hal ini seolah
mengingatkan pembaca, bahwa telepon genggam sudah menjadi candu, bahkan
mengalahkan semua kepentingan keluarga dan menjauhkan yang
dekat.
Bait ketiga menggambarkan kepergian
seorang anak yang pamit ke Jakarta dan meminta orang tuanya untuk
selalu memberi kabar. Menunjukan suatu kekhawatiran yang dirasakan
sang anak akan kesepian yang mungkin mendera ayah setelah ia pergi
meninggalkan rumah. Kemudian pada bait ke-4 merupakan perwujudan dari keberhasilan
ayah belajar menulis dan mengirim pesan, ia mengirim pesan kepada
anaknya pada tengah malam dengan kalimat “Sepi makin modern”, hal
tersebut lagi-lagi menggambarkan kesunyian yang dirasakan, telepon genggam
merupakan simbol modern itu sendiri. Segala hal yang ramai ada di dalam
benda itu. Sedangkan ayah yang merasa kesepian, ia mencari keramaian pada
telepon genggam yang dibelikan ibu untuk memenuhi hasratnya dapat bercengkrama
dengan keluarga. Pun makna lainnya adalah telepon genggam mempunyai
pengaruh terhadap perubahan perilaku yang menjadikan orang-orang
mengabaikan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dijelaskan pada bait
ke-5, seperti berikut:
Langsung kubalas: “Lagi ngapain?” Disambung:
“Lagi berduaan dengan Ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!”
Larik-larik diatas merupakan gambaran tentang
keheningan yang terjadi antara ayah dan ibu, keduanya bersama tetapi tak
berbagi cerita. mereka hanya menikmati saja bulan yang benderang di
atasnya.
Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo
itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.
Bait di atas merupakan ingatan seorang anak akan
masa kecilnya saat ia menulis sebuah puisi pertama kali. Mengingat
tentang kehangatan hubungan ayah dan anak kala itu yang hampir tidak ia
rasakan lagi setelah beranjak dewasa. Maka puisi ini merupakan narasi tentang
kehidupan seorang anak, Ayah, dan Ibunya.
Puisi Pesan dari Ayah memiliki tema yang menarik untuk
dinikmati pembacanya dan yang paling menonjol pada puisi ini sehingga menjadi penting
dibaca karena ditulis dalam kurun waktu tahun 2000 an, zaman di mana teknologi
terutama telepon genggam menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari bahkan
selalu dalam genggaman.
Pembaca akan bisa merasakan metafor yang digunakan
Jokpin pada bait-bait puisinya, sehingga pembaca bisa merasakan
pengalaman tersebutdengan cara berbeda-beda setiap dua atau tiga kali
membaca ulang puisitersebut. Kemudian, jika melihat strukturnya, puisi Pesan
dari Ayah termasuk ke dalam genre naratif karena di setiap baitnya berisi
cerita dengan kronologi suatu peristiwa dan
disertai tokoh yang dikenai peristiwa tersebut. Dalam hal ini yaitu tokoh
aku, ayah, dan ibu dengan kronologi cerita yang bertemakan kesepian atau
kesunyian.