Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kondisi sosial masyarakat Melayu Minangkabau melalui setting dan penokohan
dalam roman Salah Asuhan dan
kaitannya dengan kehidupan pengarang.
Abdoel Moeis dalam roman Salah Asuhan menyuguhkan kehidupan
sosial dan adat istiadat antara Pribumi dan orang-orang berkebangsaan Belanda.
Moeis juga menggambarkan perjalanan cinta Hanafi sebagai seorang pribumi dengan
Corrie seorang perempuan berkebangsaan Belanda yang banyak mengalami rintangan
karena adanya batasan-batasan yang menjadi permasalahan pada saat itu.
Hanafi sejak kecil sudah diasuh
oleh keluarga keturunan Belanda, sebab ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil.
Maka ibunya berusaha dengan keras untuk tetap menyekolahkan Hanafi dan juga
menitipkannya kepada keluarga keturunan Belanda agar dekat dengan HBS di
Betawi, yaitu tempat Hanafi bersekolah. Sejak kecil Hanafi diasuh oleh keluarga
Belanda, maka pergaulan Hanafi pun tidak lepas dari pergaulan orang-orang
Belanda, sehingga tidak heran jika tingkah Hanafi menjadi keberat-baratan atau
bahkan melebihi orang Belanda itu sendiri.
Hanafi jatuh cinta kepada
Corrie, namun cintanya tak terbalaskan karena Corrie merasa takut akan
terasingkan oleh keluarganya jika mempunyai hubungan dengan Hanafi. Sehingga
pada akhirnya Hanafi dijodohkan dengan Rapiah seorang perempuan pribumi yang
berperangai halus, Hanafi menikah dengan Rapiah dan memiliki seorang anak
bernama Syafei. Namun, Hanafi tidak berlaku sebagaimana mestinya, Hanafi tidak
memperlakukan Rapiah sebagai seorang istri, melainkan sebagai seorang pembantu
yang melayani Hanafi dan teman-teman Belandanya ketika sedang berkumpul. Hingga
pada suatu hari Hanafi bertemu kembali dengan Corrie dan menikah dengan
meninggalkan Rapiah dan anaknya. Namun, pernikahan Hanafi dan Corrie tidak
berlangsung lama, mereka bercerai karena Hanafi menuduh Corrie berzina.
Perceraian dan meninggalnya Corrie karena penyakit Kholera membuat Hanafi
merasa stres dan menelan 6 butir sublimat yang menjadi sebab meninggalnya Hanafi.
Abdul Moeis sebagai seorang sastrawan banyak membuat karangan yang bersifat sosial
dan politik sejak ia aktif dalam bidang jurnalistik, pada awalnya ia hanya
menulis pada surat kabar De Ekspress untuk mencurahkan segala bentuk
pemberontakannya terhadap kepincangan pemerintahan Belanda, hingga akhirnya ia
menulis sebuah roman Salah Asuhan sebagai penyalur keresahan hatinya.
Salah Asuhan sebagai salah satu
roman yang terbit pada tahun 1928 oleh Balai Pustaka menjadi karya sastra yang
terkenal dengan gaya bahasanya yang halus dan memikat hati pembaca, karya
tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, diantaranya adalah bahasa
Rusia dan Cina. Namun, naskah Salah
Asuhan banyak mengalami perubahan terhadap naskah aslinya, hal demikian
karena situasi sosial saat itu menuntut Moeis untuk menciptakan karya sastra
yang tidak memuat unsur pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda.
Penggambaran situasi sosial
politik tersebut ada pada akhir cerita, yaitu ketika Moeis menceritakan bahwa
Corrie Du Busse meninggal karena penyakit kholera. Berkenaan dengan hal ini, dalam roman Salah Asuhan karya Abdul Moeis konon dalam
naskah aslinya yang dikarang penulis, Corrie Du Busse adalah perempuan Indo
Belanda yang kemudian mati karena penyakit kelamin bukan penyakit kholera
(penyakit menular dari saluran pencernaan). Perubahan tersebut dilakukan agar tidak merendahkan
derajat orang Belanda dan karena pada masa itu segala bentuk karya
sastra yang ingin diterbitkan oleh Balai Pustaka tidak boleh mengandung unsur pemberontakan atau segala hal yang bersifat
merendahkan bangsa Belanda. Hampir semua
novel-novel Balai Pustaka senantiasa memunculkan tokoh mesias atau dewa
penolong yang merupakan tokoh Belanda, sedangkan orang-orang pribumi digambarkan
sebagai tokoh yang kejam, tidak adil, dan tukang menikah. Seperti halnya Hanafi
tokoh utama dalam novel Salah Asuhan
yang bertindak kejam kepada istrinya Rapiah dan kemudian menikahi lagi perempuan lain bernama Corrie.
Pernyataan
di atas juga disebutkan dalam buku Pengantar Sejarah Sastra Indonesia yang
ditulis oleh Yudiono, yakni Salah Asuhan
yang terbaca masyarakat ternyata tidak sama benar dengan teks asli yang berada
dalam naskah pengarang Abdul Moeis karena ada campur tangan redaksi Balai
Pustaka yang mengubah bagian-bagian tertentu sesuai dengan pandangan penerbit.Seperti juga dituliskan dalam sebuah buku biografi Abdul Moeis, yaitu:
“Sebenarnya isi buku itu agak berbeda dengan
naskah aslinya. Perubahan itu terdapat dibagian akhir. Perubahan itu sengaja
dilakukan oleh redaksi Balai Pustaka. Maksudnya ialah untuk menjaga nama baik
bangsa Belanda. Bagian yang diubah itu ialah mengenai nasib Corrie, si gadis
Belanda. Dalam buku Salah Asuhan diceritakan Corrie meninggal karena setelah
cintanya putus. Tetapi yang sebenarnya ia meninggal karena bunuh diri setelah
menjadi pelacur akibat kegagalan cintanya.
Salah Asuhan dijadikan sebagai politik kolonial bangsa
belanda, yang sudah sangat jelas sekali diceritakan dalam novel ini bahwa tokoh
Hanafi orang Bomeipoetra merupakan tokoh yang kejam, tidak adil, dan suka
menikah, dan juga digambarkan bahwasanya bangsa pribumi adalah bangsa yang
bodoh, sedangkan bangsa Belanda adalah yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan bangsa pribumi.
(Luthfifi)
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.biz...^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856